Dia adalah Sosok dalam Doa


                Mengapa aku merasakan bahagia sekaligus sedih jika bertemu denganmu kali ini? aku tak mau terlalu munafik, benar adanya terdapat ribuan bunga yang bermekaran di hatiku jika bertemu denganmu, namun, saat itu juga bunga itu layu kembali seraya pandanganmu tak menoleh kearahku. Tunggu. Itu sudah lebih dari cukup. 

                Perempuan itu terlihat kebingungan, terpaku di depan Mushola dengan raut muka seperti orang berfikir. Aku yang melihatnya dari dalam Mushola sekolah pun ikut terheran-heran. Dengan langkah yang ragu aku menghampirinya,
“Teh.. kenapa?”
                Ya ia memang kaka kelasku, berbeda satu tingkat diiatasku. Namun pada penampilannya aku merasakan bahwa ia setingkat denganku. Pada awalnya, ia menghiraukan pertanyaanku dan tetap terpaku pada Mushola. Namun, pada detik berikutnya barulah ia sadar, bahwa ada seseorang dihadapannya.
“Eh.. ngga.. Cuma aneh aja, Kubah Musholanya kemana ya?”
                GLAK!! Hanya memikirkan persoalan kecil itu?
“Oh.. mau diganti Teh Kubah nya, makanya yang lama di turun-in dulu” jawabku sambil menahan tawa.
“Oh gitu yah.. yaudah deh, makasih yaa” ujarnya dengan nada riang ditamba dengan senyumannya yang pertama kali aku lihat. Selepas itu, ia berjalan pergi meninggalkanku sambil membawa tumpukan buku paket. Kurasa ia menuju Perpustakaan.
                Hal konyol yang baru saja terjadi.  Aku pun kembali ke dalam Mushola. Dari berbagai tempat di sekolah, yang paling membuatku nyaman ialah Mushola. Entah mengapa bisa begitu. Rumah Allah memang  selalu menjadi selimut perlindungan. Namun, rasanya ada hal yang mengganjal. Sesuatu yang ingin kulakukan, namun disisi lain tubuhku memberontak untuk tidak  melakukan itu. Dan dengan langkah yang mantap, namun hati sedikit ragu aku pergi ke perpustakaan.
                Aku memilih buku yang menurutku cocok untuk aku baca. Namun, aku tak melihat sosok perempuan itu.  Aku pasrah kali ini,dan aku sadar,  aku hanya mengikuti nafsuku saja. Astagfirullah! Aku mengambil kartu pinjaman buku dan meminta persetujuan penjaga Perpustakaan. Namun, sosok penjaga perpus yang besar dan Ibu-ibu berubah menjadi perempuan 17 tahun berseragam putih abu.
“Eh kamu lagi.. Bu Diannya lagi ke kantor, mau pinjam apa?”
“Eee.. buku ini Teh,” pasti aku terlihat gugup. Aku pun menyodorkan buku yang akan kupinjam beserta kartu pinjamannya. Kulihat dia mencantumkan nama pengembalian buku dan mengembalikannya kepadaku.
“Terimakasih Ali, selamat membaca dan  jangan lupa dikembalikan tepat waktu yaa!!” ujarnya tanpa beban dan senyumannya dua kali aku telah mendapatkannya
                Dengan spontan aku pun tersenyum kembali melihat aksinya yang seperti itu. kurasa ia mengetahui namaku dari kartu pinjaman buku. Dan dengan langkah yang berat aku pamit dari perpustakaan dan kembali menuju Mushola. Ku lihat buku yang berada di genggamanku saat ini. dan dengan sedikit menutup wajahku dengan buku itu, aku bergumam sendirian..
“Terimakasih buku, kamu telah menjadi perantara”
                                                                      *************
                Beberapa hari setelah kejadian itu, barulah aku mengetahui namanya. Namanya sering tertera di mading sekolah dan majalah sekolah. ( aku tak mau menyebutnya di cerita ini, aku sudah berjanji untuk menyebutnya hanya dalam doa). Tak kusangka hari-hari berikutnya begitu menakjubkan.  Setiap berpapasan dengan perempuan itu, seperti ada kekuatan maha dahsyat di dalam tubuhku untuk menyapanya atau tersenyum.
                Aku seperti mendapatkan buah jatuh secara besar-besaran. Kakak kelas itu merespon baik tingkahku. Dan bahkan, Aku mendengar dari beberapa orang bahwa ia pun menyukaiku. Namun, entah mengapa aku belum bisa merasakan hal itu.  Ia memang sulit untuk ditebak.  Yang kutahu ia adalah sosok yang riang, bersemangat dan sangat unik. Sesekali ia pernah memanggilku Amuba. Kukira dia meledekku karena seperti Amuba, namun ternyata Amuba itu iallah kepanjangan dari Anak Mushola Banget. Lagi dan lagi aku terkekeh mendengar ucapannya.
                Dan ia adalah sebuah alasan mengapa aku selalu bersemangat untuk pergi kesekolah, selalu bersemangat untuk jalan ke kantin yang kebetulan dekat kelasnya, dan selalu bergairah untuk meminta infak keliling kelas setiap hari Jumat.  Aku memang tak akan meminta nomor handphonenya untuk sekedar basa-basi mencari topik. Tidak akan. Tidak akan aku mengganggunya dengan sms atau telpon dariku. Maka dari itu, aku menjaganya dalam diam.
                Satu semester berlalu, ada sesuatu yang tetap tak berubah. Namun tingkahnya sedikit berubah. Setiap hendak berpapasan denganku, seolah-olah ia menghindar. Pernah ketika itu aku mengajaknya bercanda, namun aku merasakan dingin reaksinya yang terasa sampai jantungku.
                Kurasa akhir-akhir ini ada yang aneh dalam diriku sendiri. Dan parahnya, aku pun tak bisa menjawab apa hal aneh itu. berhari-hari kulakukan sholat malam, dan kini aku mengetahui sebabnya! Dan pada saat itu juga kulakukan sholat taubat. Perasaan itu telah memetaforsiskanku menjadi sosok yang kurang mendekati Sang Pencipta. Hafalanku kacau dan macet, sholatku tak khusyuk dan aktivitasku sedikit ceroboh. Ku yakin, setan telah menyelundupkan namanya, wajahnya, dan segala tentangnya dalam setiap aktivitasku terutama ibadahku. 
                Sungguh hebat sesuatu yang bernama 'perasaan' itu. ia bisa membahagiakan dan juga menyesatkan. Ahh aku tak tahu rasa yang muncul dari hati kakak kelas itu, tapi Allahku Maha Tahu. Aku tak tahu kemungkinan hal yang akan terjadi antara aku dan dirinya, tapi Allahku Maha Tahu. Jadi kini, biarkan aku rawat perasaan ini dalam diam dan dalam sujudku, dan biarkan kutitip Ia dalam setiap doaku-

Cerita tentangnya yang senantiasa kujaga dalam doa.


Selanjutnya..
"Dia adalah Amuba"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku Ingin Mati di Tulisanku Sendiri

Kata-kata Yang Berlari di Tengah Jatuh Cinta

Bermain dengan Spotify Wrapped 2024