Puisi Paling Santuy


Huruf yang terbaca pada ranting kertas ini hanya tercacah
di antara laptop yang bermasalah
Angan yang resah, serta ingin yang ruah
Sementara akar-akar pohon merindukan hujan dari puncak awan sana
Aku melihatnya terkatung-katung melafalkan jalan pulang menginjak bumi

Suara aksara pada batang melapang dengan sendirinya
Mengirim beribu umpatan sekaligus empati di saat yang bersamaan
Hati hanya berselimut dari nyenyak tidur
Sementara kayuhan mimpi tak bisa lagi aku temukan di sini
Tak bisa kukekalkan di sini
Tak bisa kulumatkan pada daging darahku sendiri

Setelah itu,
Mungkin akan terjadi dekonstruksi ulang dengan raut wajahku sebagai pemeran utama
Yang diputarbalikan dan mengelabui aku lagi.
Lagi dan lagi.
Hingga di ujung cerita hanya puluhan pohon-pohon yang berimbun seruni
Serta dedaunan yang meranggas dengan kemarau yang sangat ganas
Atau pori-pori klorofil yang terbuka membuatku terlena dan membuatku tanggal di dalamnya.

Semenjak itu, aku berswara dalam asa
Walaupun terlalu banyak yang harus kubaca,
hingga membuatku buta

Dan..
Tadinya, aku ingin membuat puisi paling santai
Salah, maksudnya paling Santuyy
Seperti di judul.
Eh Gak masalah, toh kata Bapak bahasa Indonesia—Ivan Lanin—
Santuy berarti santai karena ada pergeseran fonem
Maka, akan ku ulang sekali lagi:

Tadinya, aku ingin membuat puisi paling santai
Tapi yang terjadi ialah lanturan puluhan kalimat yang tak tahu kemana harus kugapai
Entah muara pada ambang hidupku atau hilir pada lekang waktuku

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku Ingin Mati di Tulisanku Sendiri

Kata-kata Yang Berlari di Tengah Jatuh Cinta

Bermain dengan Spotify Wrapped 2024