(KISAH) PERJALANAN KERETAMU


Serupa ratusan orang di kereta ketika jam pulang, ada ratusan masalah juga di  kepala mereka yang mengharap lapang. Setiap orang pasti berebut tempat duduk--atau minimal tempat strategis-- untuk mengistirahkan masalah, kesedihan, kepenatan, serta kelelahan yang sudah mereka tahan di hari ini dan bahkan hari-hari yang lalu. Tak jarang, banyak orang yang langsung tertidur, karena dengan tidur masalah akan terasa mundur. Walau sebenarnya, mereka pun tahu, tak ada kata selesai dari sebuah aktivitas bernama 'tidur'

Lain halnya dengan orang yang tidak kebagian tempat duduk. Mereka akan berdiri sambil tangan menggantung, atau bahkan tak perlu mengulurkan tangannya, karena desak-desakan bisa membuat mereka berdiri tanpa perlu pegangan. Mereka akan sibuk--lebih tepatnya pura-pura sibuk-- dengan mendengarkan lagu, buka handphone, menonton macro.id, atau bahkan bengong ke luar jendela sambil berharap ada penumpang yang turun dan akhirnya kebagian tempat duduk. Masalah yang tertelan semakin banyak, sudah tak bisa duduk untuk mengistirahkan badan, sekarang harus bertahan ditengah desak-desakan. Yang diharapkan, hanyalah semoga cepat sampai rumah dan tentunya: rebahan.

Kau melihat sekeliling, dipojok kanan kau pun melihat anak-anak kegirangan menaiki kereta. Tak henti-hentinya bercerita walau sesak sangat terlihat di depan mata. Sesekali anak tersebut melihat ke arahmu, kau pun terseyum, sedangkan anak itu kembali mengalihkan pandangannya ke arah lain. Kau pun tertegun. Kau mengingat beberapa mimpi yang kau bangun, bergerak menyapa dan kini mimpi tersebut menjauh dan semakin kabur.
Lalu kereta berguncang, satu-satunya yang kau lakukan adalah mengeratkan pegangan. Terkadang laju kereta ini selalu tak menentu. Terkadang melesat cepat hingga pepohonan dan gedung hanya berbentuk sekelibat. Terkadang pun terdiam lama hingga pepohonan dan gedung hanya berbentuk serupa. Begitupula dengan hidup yang telah kau tempuh hampir seperempat abad ini. Laju yang kau kayuh tak bergerak dengan irama konstan. Ada masanya kau meraih semua yang kau mau. Ada masanya kau berjuang dengan segala halang rintang. Ada masanya kau berada di titik diam dan hanya menunggu sinyal masuk datang.

Stasiun demi stasiun terlewati. Penumpang silih berganti, tapi tidak dengan beban yang selalu ada di hati. Entah itu pekerjaanmu, keluargamu, pertemananmu, semuanya fana yang bahkan bisa menggelincirkan airmata di pipi. Tapi, kau tahan kesesakkan itu. Kau tahan hingga kehidupan yang kau punya serupa rel-rel yang mengeras dan berkawat. Hingga satu-satunya pilihan yang kau punya, ialah meneruskan perjalanan.

Perjalanan dilanjutkan dengan pemberitahuan terdengar sangat jelas. Volumenya begitu kencang, hingga penumpang yang tertidur tersadar dan melihat sekitar. Suasana gerbong mulai terasa sepi. Beberapa petugas hilir mudik mengawasi. Menegur penumpang yang duduk di lantai, mempersilakan penumpang prioritas duduk, bahkan ada pula yang membantu mengambil barang bagasi atas kereta. Kau pun mengingat hal-hal yang membuatmu merasa terbantu. Orang-orang yang telah kau temui sampai detik ini. Perlahan kau pun bersyukur. Semua orang yang telah hadir selalu memberimu satu warna. Ada yang tulus menyayangi dan mencintaimu, ada yang setengah mati membencimu. Tapi, kau selalu percaya bahwa semuanya hanyalah abu-abu. Tak ada yang benar-benar hitam, pun tak ada yang benar-benar putih. Hingga, kau mendapatkan sebuah kesimpulan: teman terbaik ialah dirimu sendiri.

Kau masih berkelana dalam pikiranmu. Sementara kereta akan sampai di tujuan terakhir. Terakhirmu. Beberapa menit sebelum tiba, orang di depanmu berdiri dari tempat duduk, menuju ke dekat pintu keluar, barulah kau tersadar. Kau tersadar bahwa pencapaian yang kau tempuh di stasiun akhir adalah sebuah pilihan sejak dari stasiun pertama kau naiki. Bimbang yang kau bawa, akan menimbulkan palang yang kau punya. Setidaknya, itu yang harus kau percaya.

Pemberitahuan bersua kembali dan pintu kereta membuka. Kau melangkah dengan ramah pada aspal peron, Menuju pintu keluar dengan serangkaian pertanyaan.
'Kemanakah kuharus pergi lagi?'
Petugas stasiun melirikmu, kau pun berbalik,
'Ke tempat dimana mimpimu tertinggal'

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku Ingin Mati di Tulisanku Sendiri

Kata-kata Yang Berlari di Tengah Jatuh Cinta

Bermain dengan Spotify Wrapped 2024