Manatsu ke 16

MANATSU KE 16

 GLOSARIUM
Manatsu : Musim panas
Gomennesai : Maafkan
Senpai : Kakak
Hai : iya
Arigatou : Terimakasih
Festival Tanabata : biasa disebut festival bintang dengan melakukan tanzaku yang diada pada       musim panas
Manga : kesenian Jepang dalam membuat komik
Tanzaku : permohonan yang dikaitkan pada bambu
Suki desu : saya suka
Festival Hanabi : festival kembang api yang diadakan pada musim panas
      *******
Matahari bersinar lebih lama dari biasanya, angin menerbangkan semua yang ia lalui dan tak tentu arahnya, terkadang hujan pun turun,  tak ada lagi sakura-sakura bermekaran, pantai dan tempat-tempat hiburan menjadi tempat yang sangat favorit, festival-festival musim panas sering digelar dan otomatis banyak sekolah-sekolah yang menjadi sepi .  Musim ini banyak di tunggu oleh para siswa.
Gadis itu selalu bersemangat untuk menghadiri festival-festival musim panas. Ia bisa menghadiri puluhan kali agar bisa bersenang-senang. Tak peduli pada langit mendung yang akan menurunkan bulir-bulir air. Naida Nakagawa sangat menyukai musim ini lebih dari musim yang lainnya. Musim panas membuatnya melupakan segala tugas sekolah yang sering membuatnya frustasi.
Tapi untuk musim panas kali ini, Ia lebih banyak berkumpul dengan anggota-anggota redaksi di sekolahnya. Untuk merencanakan penerbitan majalah bulan depan, pembagian buletin bulan depan dan rapat liputan. Awalnya Naida begitu malas untuk menghadiri rapat redaksi yang biasa rutin setiap minggu, apalagi jika rapat dilaksanakan pada musim liburan seperti ini. Tapi, menjadi wartawan ialah cita-citanya. Maka dari itu ia harus melanjutkan jalan yang ia pilih. Salah satunya, ia menjadi tim redaksi sekolah.
Ketika Naida mengayuh sepeda menuju sekolahnya yang kira-kira masih terlihat jauh, seorang lelaki mendahuluinya dengan menggunakan  sepeda juga. Naida menatap punggung lelaki itu, tak sopan sekali, pikirnya. Harusnya lelaki itu meminta izin kepadanya untuk bersepeda lebih cepat darinya. Bukankah sikap ramah itu diutamkan di Jepang kepada siapapun. Tapi kenapa orang itu tak punya adat istiadat?

“Dasar tak tahu sopan santun!” Naida mendengus kesal sendirian.

Sekitar 30 menit bersepeda akhirnya Naida sampai juga di tempat yang ia tuju. Ia segera meletakkan sepedanya di parkiran sekolah. Sejenak ia melihat pada jam ditangannya, sudah menunjukan pukul 09.15. terlambat 15 menit! Segera ia berlari dari parkiran menuju ruang redaksi.  Ketika sampai menuju ruangan, rapat sudah mulai. Naida menyeka keringatnya yang berada dipelipisnya sebelum memasuki ruangan.

“Gomennesai saya telat senpai, bolehkah saya masuk?”
Sekitar 30 orang di dalam ruangan menatap ke arah Naida dengan tatapan asing, ada di antara mereka  malah tertawa cekikikan melihat ekspresi Naida yang kecapean dan ketakutan.

“Lain kali jangan di ulang lagi. Silahkan duduk Naida-san” karena pemimpin rapat yang juga pemimpin redaksi itu tak mau berurusan dengan Naida lebih lanjut, Ia langsung memperbolehkan Naida masuk.
“Hai. Arigatou”

Segera Naida duduk bersama sahabat-sahabatnya yang juga anggota redaksi. Lantas ia menengok ke kanan dan ke kirinya. Di sebelah kanannya yang terhalang oleh 5 orang, Ia melihat lelaki yang tadi ia temui di jalan. Lelaki itu tampak serius memperhatikan pemimpin rapat yang sedang menjelaskan. Sedangkan Naida malah sibuk mendengus dan celoteh pelan tentang lelaki itu.

“Untuk liputan berikutnya yaitu Naida-san bersama Mizuki-san” ujar pemimpin rapat dengan tegas. Akhirnya, buyar sudah pikiran Naida.
“Hah? Mengapa hanya berdua Senpai? Lalu liputan kemana? Kapan?” Naida bertanya terus menerus
“Apakah kau tidak memperhatikan dari tadi? Kemana saja kau? Memang untuk liputan  kali ini hanya berdua. Kau dan Mizuki akan meliput festival tanabata yang diselenggarakan oleh pemuda-pemuda Tokyo. Esok pagi jam 7 tepat!”
“Tapi Senpai, aku tak tahu Mizuki-san”
“Iya duduk tepat di samping 5 orang di sebelah kanan mu”

Naida mengangguk pelan ke arah pemimpin rapat. Naida tak mau menengoknya, ia sudah mengetahui siapa yang berada di sana. Selepas itu, ia memukul pelan mukanya dengan ekspresi kesialan. Ia tampak kecewa, lelaki itu lagi! Lelaki Di samping 5 orang itu sekilas memperhatikan tingkah Naida yang tampak menyesal liputan bersamanya.
*********
Sepatu sneakers, pakaian liputan, tas dan id card telah berada di badan gadis itu. Ia sangat senang bisa mengikuti festival kali ini. Kini Naida menuju taman komplek dekat rumahnya. Ia dan Mizuki sepakat untuk bertemu dahulu di taman itu. Selepas itu mereka menaiki kereta menuju Tokyo.
Selama diperjalanan tak ada pembicaraan dari mereka berdua. Mulut mereka bungkam, tak ada yang mau memulai perbincangan terlebih dahulu. Untuk membunuh rasa jenuh, Naida menggantungkan hedsheat di kedua lubang telinganya. Mulai memutar beberapa lagu dari handphonennya. Sedangkan Mizuki, sibuk memainkan pensilnya di atas selembar buku. Tangannya sangat ahli menggambar, seperti ratusan kali ia telah menggambar.

“Wow Manga yang keren Mizuki-senpai” dan akhirnya Naida melontarkan pembicaraan, itu pun ia tak sengaja berkomentar.
Mizuki hanya tersenyum sambil melanjutkan Manga yang ia buat. Naida pasrah, lelaki itu yang juga seniornya tak membalas apapun. Paling tidak harusnya Ia berterimakasih, Naida berceloteh di dalam hati. Naida jadi menyesal karena telah bicara kepadanya. Tak sampai 15 menit, akhirnya mereka tiba di Tokyo dan keluar dari stasiun. Mizuki menarik pergelangan tangan Naida, melewati sekerumunan penonton yang ingin melihat festival tanabata. Sedangkan Naida diam tak bereaksi dan hanya mengikuti jejak Mizuki.
          Musim panas yang sudah menginjak hari ke enam belas ini, masih digelar acara festival. Tokyo sangat riuh, selain festival tanabata dimeriahkan juga pergelaran musik, bazar murah, dan pergelaran busana musim panas. Banyak para pengunjung yang menuliskan tanzaku lalu menggantungkannya di batangan bambu warna-warni dan menarik yang telah disediakan oleh panitia. Naida memotret dengan gaya yang sudah seperti foografer profesional. Setelah itu Naida diajak Mizuki untuk langsung mewawancarai beberapa peserta, penonton dan juga panitia.
Akhirnya acara liputan pun selesai, Naida bernafas lega. Akhirnya ia bisa pulang kerumahnya dan menjauh dari lelaki dingin ini. Namun, rencana hanya sekedar rencana. Ia tak langsung pulang. Kini ia dan Mizuki pergi ke bazaar makanan dan makan bersama disana sambil membuat berita. Awalnya, Naida merasa canggung karena ia tak betah jika harus diam terus menerus bersama Mizuki. Tetapi, berbagai percakapan menarik bergulir diantara mereka berdua.

“Ku kira Mizuki-senpai tak bisa bicara. Sejak bertemu, baru kali ini aku mendengar suara senpai. Dan aku senang dapat berbincang banyak dengan Senpai”
“Aku hanya belum bisa beradaptasi dengan orang baru, gomennesai Naida-san. Aku juga seperti itu” jawab Mizuki ramah
Semenjak liputan bersama Mizuki, Naida merasa ada yang aneh pada dirinya. Naida menyukai senyum itu.. dan pemiliknya.
******
“Sudah ku bilang, rasamu bakal menjadi-jadi! Lihat sekarang, pikiranmu hanya Mizuki-Senpai !”
“Tapi, rasa ini alamiah Sora!”
“Ya sudah, kalau itu piilihanmu.”
“Tapi.. aku gak tahu harus gimana, Ra. Sekarang rasanya  aku dan dia semakin menjauh. Tak ada komunikasi lagi sama sekali”
Sora menggeleng-gelengkan kepalanya. Susah menghadapi makhuk satu ini.
“Oke gini, kamu datang ke padanya. Lalu bilang ‘Suki Desu’ beres deh permasalahannya ”
“Tapi itu gak mudah Soraaaa!! Masalahnya itu, aku gak berani.” Raut Naida semakin memelas
“Susah sih ya, namanya juga cewe. Apalagi cewe kayak kamu. Ketemu malah memalingkan muka, padahal dalam hatinya pengen menatap terus. Ketemu malah diam saja, padahal dalam hatinya pengen menyapa ‘HAI’.” Sora berdecak pelan, takut Naida tersinggung
“Kamu betul 10.000 persen Sora” Naida mulai duduk lemas dengan tatapan kosong
*********

        Tak ada yang mengetahui tentang perasaan Naida kepada seorang senior yang ia kagumi.  selain dirinya, angin musim panas, festival tanabata, liputan, deburan ombak dan Sora sahabatnya. Hingga akhirnya rasa itu terus berkembang hingga musim panas datang kembali. Rasa itu terus berkembang meskipun belum ada yang berani untuk mengungkapan, hingga akhirnya Mizuki lulus SMA dan melanjutkan ke Universitas yang tak sama sekali Naida ketahui dimana.
Untuk memperingati hari jatuh cintanya kepada Mizuki, hari ini Naida bergegas untuk pergi ke festival tanabata di Tokyo. Naida berusaha untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang sama persis seperti tahun lalu.              Misalnya yaitu sebelum pergi ke stasiun, ia mampir terlebih dahulu ke taman komplek, duduk di kursi kereta sambil mendengarkan musik di headseat, memotret objek pada festival tanabata, dan sebelum pulang mampir ke bazar makanan.
Entah ada apa, sehabis makan Naida ingin menuju pusat festival tanabata kembali. Ia belum ingin meninggalkan tempat ini. Hari sudah semakin sore, pengunjung sudah mulai sedikit dan festival sudah bubar. Kecuali, orang-orang yang masih menuliskan tanzuki. Naida pun mengambil kertas dan menuliskan harapannya ketika itu, lantas ia gantungkan di bambu. Ia berdoa dengan khusyuk sebelum menggantungkan kertas itu.

“Semoga Tuhan mengabulkannya”
“Tuhan pasti mengabulkan” Tiba-tiba seseorang di samping Naida bergumam pelan di telinganya
Naida menengok ke sumber suara itu. Suara yang sangat ia cari, yang sangat ia rindukan. Mata Naida menemukan mata Mizuki. Mereka saling menatap di depan batang bambu yang berisikan harapan mereka masing-masing. Tapapan mereka, senyuman mereka seperti telah meluluhkan segala rasa. Antara haru, bahagia, rindu kini beradu menjadi satu. Dan karena terlalu memiliki rasa yang amat dahsyat, bulir-bulir air di ujung mata Naida tak dapat ditampung lagi. Tuhan mendengar doa Naida dan doa Mizuki. Siapa yang sangka dua manusia memiliki doa yang sama?
Kini mereka mengetahui rasa pada diri mereka masing-masing. Tak perlu ada pembicaraan, tak perlu penjelasan panjang lebar. Mereka telah mengetahuinya bersama, bahwa rasa dan cinta itu tidak dalam bentuk omongan mulut. Tetapi hati yang berbicara dengan sendirinya.
****
EXTENDED :
Mereka meninggalkan pusat festival tanabata yang semakin sepi. Menuju pusat tokyo. Menikmati festival Hanabi di gelapnya kota Tokyo pada malam hari. Musim panas selalu menyimpan cerita bagi semua orang. Termasuk Naida.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kata-kata Yang Berlari di Tengah Jatuh Cinta

Aku Ingin Mati di Tulisanku Sendiri

Bermain dengan Spotify Wrapped 2024