BIASA-BIASA SAJA
Pagi itu, seperti hari biasa.
Biasa-biasa
saja.
Senin yang biasa.
Seragam Putih abu yang bisa
Upacara yang biasa.
Dan barisan yang biasa.
tetapi,
kenanganlah yang tidak biasa
nyaris istimewa
bahkan nyaris sempurna
Tempatku berdirilah yang menimbulkan banyak kenangan. Melirik secara diam ke
barisan kelas lain. Ya, kelas yang berbeda satu tahun dibawahku. Dengan posisiku sebagai Kakak kelas, tentu mudah saja mengaggumi sosok satu itu.
Entahlah hanya ingin memastikan dia
masih ada dimuka bumi. Entahlah hanya ingin mengetahui ia baik-baik saja. tak
apa kan(?)
Memandang dari kejauhan itu
menyakitkan. Hanya jika itu pilihan terakhir, maka bisa juga membawa
ketenangan... meski tanpa pernah ia sadari, ada sepasang bola mata yang selalu menuju ke arahnya, mengunci padangan hanya kepada sosoknya. tak usah diperjelas siapa yang dimaksud.
Dan ritual ini senantiasa dilakukan setiap upacara. Hingga upacara terakhirku, mata bulat itu memandang balik. Kutemukan rasa hangat disana. entah apa. Magis? Pancaran mata yang menyilaukan bersama rasa aneh yang terus tertahan. ternyata, inilah waktunya. ia memandang ke arahku, menatap hangat bola mataku, dan tersenyum ramah menyambutku.
ku mohon, tafsirkan senyuman itu sekali lagi. siapa saja. apa maksud dari itu semua? ilusikah? mimpikahh? khayalankah?
ah akhirnya aku hanya bermain dengan pertanyaanku sendiri. tanpa ada yang mampu kujawab dan tanpa ada yang mau menjawab-
Selepas upacara, barisan di bubarkan. tak ada lagi lirikan diam-diam itu, tak ada lagi harap cemas untuk melihatnya, tak ada lagi. Kini semakin jauh. Dengan rumput yang menyatu bersama embun, mataku menatap kosong ke suatu arah. Arah dimana kenangan itu akan selalu tercermin di lapangan upacara. Arah dimana kenangan kecil itu akan selalu berbekas di mataku dan matanya.
Hingga ketika sudah mencapai titik puncak rindu. Barangkali Aku akan mengenangnya sekilas dengan sedikit perncampuran kenyataan yang tak terlepas. Karena apabila aku sepenuhnya berada dalam pencengkraman kenanganku, selamanya aku menjadi pecundang tanpa jiwa. Maka dari itu, izinkan aku mengenangnya kali ini. : Hangat senyumnya, peringai baik akhlaknya, kejujuran ucapannya adalah ingatan yang selalu menembus otakku dan membelenggu hatiku.
karena sungguh, aku sedang berada di titik itu.
karena sungguh, aku sedang berada di posisi puncak itu
karena sungguh, rindu yang membelenggu itu terus menacap ditubuhku.
eh ddqemsh
Komentar
Posting Komentar