Catatan Kecil di tengah Huruf Tersembunyi
Konon, tidak ada yang tahu kita akan bertemu mata siapa esok atau esok lusa. pertemuan dua pasang mata mungkin bisa saja menjadi alibi dari sebuah rasa.
Jadi, lain kali, mampir-mampirlah membaca huruf-hurufku. Karena akan kau temukan dirimu sendiri dalam kalimat-kalimat sederhna yang menginginkan kamu ada. Aku hanya ingin memulai dengan cara sederhana, dan semoga kamu tidak menutup mata.
Di beranda gedung yang sama, kita tak sama sekali saling tahu.. Entah karena pertemuan tak sengaja yang kesekian lagi, kurasa aku ingin tahu tentangmu. Rasa memang berjalan dengan cara sederhana. Namun bisa saja bermetamorfosa menjadi sekelumit rasa yang tak teratur benangnya. dan di hari itu, aku menemukan namamu.
Kutemukan namamu di tengah-tengah pondasi bangunan kepercayaan yang awalnya tak kusangka terbangun lagi di ujung kenangan. Kutemukan namamu di dinding-dinding kehidupan baruku saat kutahu bahwa aku butuh sosok seperti kamu. Kutemukan namamu di abjad-abjad yang tak kumengerti mengapa semesta mengirim dirimu untukku. Dan pada saat itu, kuhanya ingin kamu tahu, bahwa semesta juga mengirimkan aku untukmu.
Namun, Sapaku hanya kuucap dalam rapal diam. Mataku hanya sanggup kutatap dalam kejauhan. Pada sisa hari di tahun ini, mungkin cuaca memang menaungi kita sebagai orang yang sama sekali belum kenal, lalu berubah menjadi sebagai orang yang sudah saling kenal, atau apakah mungkin berubah menjadi sebagai orang yang sama sekali sudah lupa bahwa kita pernah saling kenal. Tak ada yang tahu.
Karena pertemuan tidak pernah memberikan alasan mengapa kita ada. semuanya hanya hal abstrak yang kita bawa di tengah-tengah fana. atau mungkin memang ingin kutemukan kamu di sisa-sisa kata 'Kita'.
Menjadi sepertiku memang selalu begini. segelintir manusia memang begini. Seperti yang dikutip dari Karya Dee lestari
"Manusia itu ngomong A, padahal B. Mukanya bikin C, padahal di hatinya D. Tujuannya E, tapi mutar-muter dulu sampai Z. Bahasa itu kan, gunanya buat jadi topeng. Manusia belum sanggup transparan"
Ada benarnya juga. Tak pernah jujur dengan perasaan memang menyiksa. Dan itulah yang kurasa. Bahasa hanya menjadi topeng dari segala perasaan yang tak tercurahkan. Itulah yang tergambarkan. ada apa apa adanya. Namun, haruskah kukatakan semuanya jika memang tak ada telinga yang mau mendengarkan? Kurasa kamu pun akan seperti itu. Karena sampai detik ini pun, aku bukanlah apa-apa ataupun siapa-siapa.
Jadi, lain kali, mampir-mampirlah membaca huruf-hurufku. Karena akan kau temukan dirimu sendiri dalam kalimat-kalimat sederhna yang menginginkan kamu ada. Aku hanya ingin memulai dengan cara sederhana, dan semoga kamu tidak menutup mata.
.
.
.
.
bagi kamu yang mendambakannya
dalam diam
dan tenggelam.
Komentar
Posting Komentar